Kamis, 20 Januari 2011

JAMINAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP HAK ATAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

 JAMINAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP HAK ATAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh: Raymon Sitorus, SH.,M.Hum

A.      LATAR BELAKANG
Salah satu prestasi signifikan yang diraih Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam rentang sejarah lima puluh tahun pertama organisasi ini berdiri adalah berhasilnya PBB menyusun satu deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Umum Hak Asasi manusia (DUHAM). Sejak pendeklarasiannya tahun 1948, isu tentang HAM terus hangat dibicarakan sampai sekarang, baik itu oleh akademisi, pers, organisasi pemerintah, lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, maupun para aktivis HAM disemua level; domestik, regional, dan internasional. Salah satu hak yang dimuat di dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia adalah hak atas pendidikan, dan hal itu kemudian diimplementasikan di dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak EKOSOB) yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 16 Desember 1966,  sebagai aturan yang mengikat bagi setiap Negara yang menjadi anggota PBB dalam rangka penegakan HAM, dan Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terikat dalam Kovenan Internasional tersebut. Pendidikan merupakan salah satu akses kepada kesejahteraan, dan penegakan hak asasi manusia berasal dari pendidikan, oleh karena itu hak atas pendidikan merupakan hak asasi manusia untuk mencapai suatu kesejahteraan dan peningkatan  martabat manusia, oleh karena itu harus mendapatkan jaminan dan perlindungan dari negara terhadap hak asasi warga negara di bidang pendidikan.   
B.      PERMASALAHAN
Bagaimana jaminan Hak Asasi Manusia terhadap Hak atas Pendidikan di Indonesia

C.      PEMBAHASAN MASALAH
1.       Tujuan dan Sasaran Hak atas Pendidikan secara Universal
Hak atas pendidikan, termasuk berbagai aspek kebebasan pendidikan dan kebebasan akademis, merupakan bagian penting dalam hukum hak asasi manusia. Walaupun hak atas pendidikan secara umum dianggap sebagai hak kebudayaan, namun ia pun berkaitan dengan hak asasi manusia yang lain. Karena begitu lekatnya antara pendidikan dengan hak asasi manusia yang lain, sehingga pendidikan merupakan prasyarat bagi pelaksanaan hak asasi manusia. Pengenyaman hak sipil dan hak politik, seperti kebebasan atas informasi, kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, atau hak atas kesetaraan kesempatan atas pelayanan publik, tergantng kepada sekurang-kurangnya suatu tingkat pendidikan minimum, termasuk keaksaraan. Sejalan dengan itu, banyak hak ekonomi, sosial dan budaya seperti hak untuk memilih pekerjaan, hak untuk mendapatkan pembayaran yang setara untuk pekerjaan yang setara, hak untuk membentuk serikat buruh, atau hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan kebudayaan, untuk menikmati keuntungan kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi berdasarkan kemampuan, hanya dapat dilaksanakan secara berarti setelah seseorang memperoleh tingkat pendidikan minimum.
Secara universal berdasarkan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia pendidikan merupakan hak setiap manusia[1].
Pentingnya pendidikan adalah bertujuan untuk memperkuat hak asasi manusia. Pendidikan merupakan salah satu alat penting untuk memajukan hak asasi manusia. Toleransi dan pengormatan terhadap hak asasi manusia tidak hanya menjadi tujuan penting pendidikan. Tujuan dan sasaran pendidikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia ini diakui secara internasional, yang ditetapkan dalam Pasal 26 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia bahwa:
Pendidikan harus ditujukan kearah pengembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. Pendidikan harus memajukan saling pengertian, toleransi dan persahabatan diantara semua bangsa-bangsa, kelompok ras maupun agama, serta memperluas kegiatan perserikatan bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian
      Tujuan dasar pendidikan yang terdapat di dalam DUHAM diimplementasikan di dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Hak EKOSOB) yang terdapat di dalam Pasal 13 ayat (1) Kovenan Hak EKOSOB sebagimana yang telah diratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005 yang menetapkan bahwa:
Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras etnis atau agama, dan lebih memperluas kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memeilhara perdamaian. 
Ketentuan paling rinci tentang tujuan dan sasaran hak atas pendidikan dalam hukum internasional dapat ditentukan dalam Pasal 29 (1) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak Anak.  Konvensi ini telah diratifikasi oleh sebagian besar negara anggota PBB dan karenanya, dapat dianggap sebagai standar hak asasi manusia yang paling diterima secara universal dalam bidang pendidikan[2]. Negara-negara peratifikasi sepakat bahwa pendidikan anak hendaknya ditujukan kepada:
a.       Mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan psikis anak bagi pengembangan kemampuan mereka sepenuh-penuhnya.
b.       Mengembangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar serta bagi prinsip-prinsip yang tertera atau dinyatakan dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c.        Mengembangkan pengormatan anak-anak terhadap orang tua, identitas kebudayaanya, bahasa, dan nilai-nilainya sendri, serta bagi nilai-nilai nasional Negaranya tempat dimana anak itu hidup, atau terhadap Negara dimana ia bersal dan bagi peradaban-peradaban yang berbeda dari yang dimilikinya.
d.       Menyiapkan anak untuk hidup secara tanggung jawab dalam masyarakat yang bebas, dengan semangat saling memahami, perdamaian, toleransi dan kesamaan seks, dan persahabatan diantara semua orang, etnis, kelompok bangsa dan agama serta orang-orang dari asal usul asli.
e.        Mengembangkan penghormatan terhadap lingkungan alam.
Melihat konvensi tentang anak tersebut diatas, maka konsensus umum yang jujur tentang tujuan serta sasaran utama atas hak atas pendidikan yaitu[3]:
a.        Pendidikan memungkinkan seseorang mengembangkan kepribadian dan martabat secara bebas;
b.       Pendidikan memungkinkan seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam sebuah masyarakat yang bebas dengan semangat saling menghargai dan saling toleran terhadap kebudayaan, peradaban serta agama lain;
c.        Pendidikan mengembangkan penghormatan terhadap orang tua seseorang, terhadap nilai-nilai nasional suatu bangsa, dan terhadap lingkungan alam;
d.       Pendidikan mengembangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan dasar dengan perdamaian.
Pentingnya pemajuan pendidikan dalam suatu negara sangatlah penting mengingat pendidikan merupakan salah satu alat penting untuk memajukan hak asasi manusia.
2.    Kebijakan Hak Pendidikan di Indonesia
      Pentingnya pendidikan selain untuk mecerdaskan kehidupan bangsa, untuk memajukan hak asasi manusia di Indonesia, pendidikan juga menjadi alat yang penting untuk memajukan pengetahuan, serta harkat dan martabat bangsa Indonesia. Selain pendidikan sebagai suatu hak yang diberikan berdasarkan konstitusi, pendidikan juga menjadi suatu kewajiban yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya. 
      Pendidikan merupakan hak konstitusional, yang dijamin implementasinya secara nasional berdasarkan konstitusi. Di Indonesia hak ini diakui dan dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Tanggung jawab negara di dalam pendidikan dituangkan di dalam pasal-pasal dalam UUD 1945, dan sasaran pendidikan secara konkret adalah “…mencerdaskan kehidupan bangsa…” sebagaimana yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Sesungguhnya jauh sebelum dibentuknya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Para pendiri negara Indonesia telah menyadari bahwa pendidikan merupakan akses kepada kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat, oleh karena itu hak atas pendidikan dijamin di dalam konstitusi UUD 1945 sebagaimana yang tertuang di dalam pasal:
a.)      Pasal 28 C UUD 1945
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

b.)      Pasal 28 E ayat (1)
“Setiap orang bebas… memilih pendidikan…”

c.)      Pasal 31 ayat (1)
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

d.)     Pasal 31 ayat (2)
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

e.)      Pasal 31 ayat (3)
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.

f.)       Pasal 31 ayat (4)
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.

g.)     Pasal 31 ayat (5)
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan. Akses kepada pendidikan tersebut dituangkan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), akses rakyat terhadap pendidikan tersebut dituangkan di dalam pasal 5 UU Sisdiknas yang menyatakan: 
  1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
  2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
  3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
  4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
  5. Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatan pendidikan sepanjang hayat.
Selain hak atas pendidikan yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945, hak atas pendidikan juga diimplementasikan di dalam UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic Social And Cultural Rights (Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya).
3.       Penerapan Kebijakan Jaminan Hak atas Pendidikan di Indonesia

Penerapan hak atas pendidikan sebagai hak asasi warga negara seharusnya diterapkan secara progresif. Menurut teori hak asasi manusia kontemporer, ketentuan-ketentuan ini menciptakan kewajiban negara untuk memenuhi hak atas pendidikan melalui tindakan-tindakan langsung[4]. Kebanyakan ketentuan menetapkan beberapa hal sebagai berikut sebagai kewajiban atas hasil, yaitu[5]:
a.        pendidikan dasar hendaknya bebas dan wajib bagi semua;
b.       pendidikan lanjutan hendaknya tersedia dan terjangkau oleh semua orang; disamping itu pendidikan yang bebas biaya dan bantuan keuangan untuk orang-orang yang membutuhkan hendaknya dilakukan secara progresif;
c.        pendidikan tinggi hendaknya dapat dijangkau oleh semua orang berdasarkan pertimbangan kemampuannya; pendidikan yang bebas biaya hendaknya diupayakan secara progresif;
d.       pendidikan dasar hendaknya diintensifkan pelaksanaannya bagi orang-orang yang tidak memperoleh pendidikan dasar yang lengkap;
e.        program-program pendidikan khusus hendaknya diadakan bagi penyandang cacat;
f.         pemberantasan buta huruf dan kebodohan.
Penerapan pendidikan gratis dan berpihak kepada rakyat secara progresif, pada awalnya sangatlah sulit untuk diterapkan. Pendidikan belum berpihak kepada rakyat, secara khusus rakyat miskin, dan negara tidak menyediakan akses keadilan bagi masyarakatnya secara keseluruhan kepada pemenuhan hak atas pendidikan. Sebelum dilakukannya amandemen keempat terhadap UUD 1945, hak pendidikan masih dipandang sebelah mata, namun setelah dilakukannya amandemen ke empat konstitusi UUD 1945 hak pendidikan telah menjadi perhatian negara dan secara de jure menjadi tanggung jawab negara berdasarkan konstitusi untuk merelokasikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 20 %. Namun penerapan terhadap anggaran 20% dari APBN untuk sektor pendidikan belum dijalankan sepenuhnya oleh negara. Diyakini oleh berbagai kalangan, salah satu akar permasalahan ini terjadi dikarenakan lemahnya kemauan politik (political will) pemerintah untuk memposisikan sektor pendidikan sebagai prioritas yang utama. Selain dalam hal lemahnya manajemen pengelolaan, rendahnya anggaran pendidikan seringkali menjadi batu ganjalan yang amat dirasakan oleh banyak pihak. Kewajiban konstitusi (constitutional obligation) pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi hingga saat ini.
UUD 1945 yang secara secara de jure telah menjadi landasan konstitusional untuk diterapkan dan ditegakkannya pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara Indonesia namun secara de facto pelanggaran hak konstitusional terhadap warga negara masih terjadi di dalam bidang pendidikan, yaitu masih banyaknya warga negara indonesia yang tidak dapat mengakses pendidikan, atau putus sekolah/ tidak dapat melanjutkan sekolah.
Berdasarkan data informasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa sekitar 685.987 siswa Sekolah Dasar terancam putus sekolah pada tahun 2004-2005.  Pemerintah Indonesia sebenarnya sejak Tahun 1984 telah mencanangkan Program Wajib Belajar 9 Tahun (SD dan SMP) hingga 20 Tahun. Wajib belajar seharusnya dibiayai oleh negara dan tidak boleh memungut biaya, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dibiayai oleh negara, dan tetap saja memungut biaya dari siswa atau wali murid. Tetapi sejak tahun 2005 tepatnya pada bulan Juli pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Program Biaya Operasional Sekolah yaitu dengan dikucurkannya dana senilai Rp. 6,27 triliun yang berasal dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM kepada 39,61 juta siswa Sekolah Dasar dan SMP di seluruh Indonesia. Akan tetapi jumlah dana yang dialokasikan untuk pendidikan masih sangat kecil yaitu pada tahun 2006 jumlah dana yang dialokasikan hanya 8,6% dari amanah UUD 1945 sebesar 20% dari anggaran APBN[6]. Dengan adanya ketidakseriusan pemerintah di dalam menjalankan amanah konstitusi yang bertujuan untuk ditegakkannya hak-hak pendidikan warga negara, maka hal itu dapat semakin menjerumuskan bangsa indonesia ke lembah kebodohan, mengingat kondisi mahalnya pendidikan saat ini telah menyebabkan terhambatnya akses pendidikan bagi warga negara, dan lebih dari itu terhambatnya akses pendidikan bagi warga negara indonesia menyebabkan akan semakin terpuruknya penghormatan terhadap hak asasi bagi setiap masing-masing warga negara indonesia.
Angin segar segera berhembus atas adanya Putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materil UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pada Pasal 49 ayat (1) terhadap Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 amandemen yang menyatakan anggaran . Putusan tersebut dijatuhkan pada tanggal 1 Mei 2008 tepat pada hari pendidikan nasional. Akibat dari adanya putusan tersebut pemerintah harus melaksanakan amanah putusan Mahakamah Konstitusi dalam anggaran pendidikan di APBN. Pemerintah pada APBN Tahun 2009 akhirnya memenuhi amanah UUD 1945, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN[7].
Putusan yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi telah memberikan paradigma baru mengenai kewajiban negara dalam membiayai pendidikan bagi rakyatnya, bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa hendaknya tidak dilakukan dengan setengah-setengah. Sekolah gratis pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara berdasarkan konstitusi dalam UUD 1945. Pasal 31 Pasal 31 ayat (2) yang menyatakan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Yang juga tertuang di dalam Kovenan Hak Ekosob yang diratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005 pada Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan: “Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara Cuma-Cuma bagi semua orang”
Dengan adanya wajib belajar dan sekolah gratis, hal demikian akan mengurangi adanya anak-anak putus sekolah, gagal melanjutkan pendidikan atau bahkan buta huruf. Sehingga hak-hak pendidikan yang menjadi hak asasi yang diakui dan dijamin UUD 1945 dapat dinikmati oleh warga negara secara keseluruhan.
D.         KESIMPULAN
Hak atas pendidikan merupakan hak atas setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan, serta meningkatkan harkat dan martabat manusia di dalam kehidupan sosialnya. Jaminan Hak atas pendidikan Indonesia secara konstitusional sesungguhnya telah dijamin dan diakui di dalam konstitusi berdasarkan UUD 1945, namun di dalam menjalankan kewajiban pemenuhan hak atas pendidikan sebagaimana yang telah diamanahkan di dalam UUD 1945, negara masih setengah hati menjalankannya. Dengan demikian kebijakan yang dijalankan setengah hati oleh negara berakibat kepada masih banyaknya warga negara yang mengalami keterhambatan akses pendidikan. Akibatnya banyak warga negara yang mengalami pelanggaran hak-hak konstitusional yang dilakukan negara. Dengan adanya putusan Mahakamah Konstitusi yang menegakkan amanat konstitusi, mengharuskan negara serius di dalam menjalankan kewajiban memenuhi hak atas pendidikan bagi warga negaranya dalam menyediakan serta memberikan akses pendidikan kepada warga negaranya secara gratis.  


DAFTAR PUSTAKA
Hasan Suryono, Kondisi Penegakan Hak Asasi Manusia di bidang pendidikan (Studi singkronisasi dan infentarisasi hukum), Universitas Sebelas Maret, 2007
Manfred Nowak, Hak Atas Pendidikan, Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Buku Teks Revisi Kedua, English, 2001.
P. Alston, The United Nations and Human Rights; A Critical Appraisal, 1992.




[1] Hal ini ditetapkan secara universal dalam Pasal 26 ayat (1) DUHAM: Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan sekolah dasar. Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan. 
[2] Manfred Nowak, Hak Atas Pendidikan, Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Buku Teks Revisi Kedua, English, 2001, Hal 267.
[3]) Ibid hal. 268.
[4] ) P. Alston, The United Nations and Human Rights; A Critical Appraisal, 1992. Hal.473.
[5] ) Manfred Nowak, Hak Atas Pendidikan, Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Buku Teks Revisi Kedua, English, 2001, hal. 273
[6] )Hasan Suryono, Kondisi Penegakan Hak Asasi Manusia di bidang pendidikan (Studi singkronisasi dan infentarisasi hukum), Universitas Sebelas Maret, 2007, hal. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar