PERLINDUNGAN HUKUM DUBBER DALAM HAK CIPTA
Oleh: Raymon Sitorus, SH.,M.Hum
A. Pendahuluan
Kemajuan teknologi audio visual saat ini memegang peranan penting di dalam dunia hiburan pada saat ini. Salah satu kemajuan dalam kesenian dan teknologi audio visual adalah, dikenalnya Dubbing di dalam dunia perfilemen. Di Indonesia dunia Dubbing (sulih suara) sesungguhnya telah dikenal cukup lama, teknik ini menjadi salah satu alternatif dalam proses penerjemahan film televisi, selain subtitiling (teks terjemahan yang muncul di bagian bawah layar televisi). Sebagai contoh di TVRI dulu ada serial Little Missy, di stasiun televisi swasta ada film Doraemon, Marimar, telenovela, film Mandarin dan film lainnya yang telah disulih suarakan.
Teknik dubbing ini merupakan suatu seni, dimana si Dubber (penyulih suara) memainkan menggunakan teknik seni yang dimilikinya dalam mengisi suara dialog yang diterjemahkan, sehingga komunikasi yang disulihkan menjadi pas dengan gaya dan penekanan komunikasi, sesuai yang ingin disampaikan. Tidak jarang justru suara seorang Dubber menjadi karakter dalam film tersebut di negara yang menayangkan siaran tersebut, dan menjadi familiar di telinga pemirsanya. Sebagai contoh, pengisi suara dalam film Doraemon, film Crayon Sinchan (suara Sinchan, ibu Sinchan dan bapak Sinchan). Dengan demikian, tentu saja kegiatan yang dilakukan oleh seorang Dubber merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan kemampuan seni yang tinggi, layaknya yang dimiliki oleh artis/aktor, atau pengisi suara aslinya dalam menampilkan suatu tayangan audio visual. Yang menjadi pertanyaan dalam pembahasan dalam naskah ini, adalah, apakah Dubber mendapatkan perlindungan hukum di bidang hak cipta.
B. Dubbing dalam kaitanya dengan Hak Kekayaan Intelektual
Dubbing sebagai suatu teknik sulih suara, merupakan bagian dari berkesenian dalam media ekspresi di dalam media ekspresi audio visual. Kesenian ini biasanya diterapkan dalam drama, film, yang membutuhkan sulih suara, agar dapat disampaikan dan diterima dengan jelas oleh penontonnya. Dengan demikian, sebelum kita membahas lebih dalam mengenai perlindungan Dubbing, kita harus mencari tahu terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan Dubbing. Amir Hasanpour menjelaskan bahwa Dubbing is the replacement of the dialogue and narration of the foreign or source language into the language of the viewing audience, the target language. (Kegiatan mengganti dialog dan narasi dari bahasa sumber, dengan menggunakan bahasa dan narasi yang digunakan dan dipahami oleh audience/ pemirsa).
Sedangkan menurut sumber Wikipedia, yang dimaksud dengan Dubbing dalam penjelasanya dinyatakan sebagai berikut:
Dubbing is the post-production process of recording and replacing voices on a motion picture or television soundtrack subsequent to the original shooting. The term most commonly refers to the substitution of the voices of the actors shown on the screen by those of different performers, who may be speaking a different language… remains in use to enable the screening of audio-visual material to a mass audience in countries where viewers do not speak the same language as the original performers.
Berdasarkan sumber Wikipedia tersebut, adapun kesimpulan yang dapat ditarik mengenai Dubbing adalah:
- Bahwa Dubbing merupakan kegiatan melakukan sulih suara (menggantikan bahasa dialog), dari bahasa sumber.
- Dilakukan bukan oleh actor/aktris/ performer dengan menggunakan bahasa dan narasi yang berbeda.
- Ditujuan untuk pemirsa yang memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa aslinya.
Berdasarkan pengertian diatas, jelas bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Dubber, tentu saja juga memiliki peranan penting dalam kesuksesan suatu penayangan audio visual, jika tayangan audio visual tersebut merupakan tayangan/ film animasi, yang juga diisi oleh dialog actor/aktris yang atraktif dan menarik penonton. Yang menjadi pertanyaan kemudian lebih lanjut dalam sub ini, adalah, apakah dubbing itu sendiri memiliki keterkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak kebendaan menurut hukum perdata, dimana hak tersebut merupakan hak atas sesuatu yang bersumber dari hasil kerja otak, dan hasil kerja rasio[1]. Hasil kerja otak tersebut dirumuskan sebagai intelektualitas. Hasil intelektualitas tersebut, memiliki nilai ekonomi yang patut diapresiasi, dan wajib mendapatkan perlindungan oleh hukum, karena nilai ekonomi tersebut merupakan hak milik yang wajib dilindungi.
Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari hukum kebendaan, yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil), dimana benda dalam hukum perdata diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori, diantara kategori tersebut, adalah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak berwujud[2].
Dalam Hak Kekayaan Intelektual, kebendaan itu tidak ada sama sekali menampilkan suatu kebendaan nyata (benda tidak berwujud), dan bukanlah kebendaan materil (benda berwujud). Kekayaan intelektual merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam bentuk, baik materil maupun immateril. Sedangkan menurut perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual, bukan bentuk penjelmaannya yang dilindungi, akan tetapi daya cipta itu sendiri, dimana daya cipta itu sendiri dapat berwujud dalam bidang seni, industri, dan ilmu pengetahuan atau panduan ketiga-tiganya[3].
Batasan perlindungan di dalam Hak Kekayaan Intelektual, adalah terpisah. Terpisahnya antara Hak Kekayaan Intelektual itu dengan hasil material yang menjadi bentuk jelmaannya. Bentuk jelmaaan adalah suatu benda berwujud yang merupakan hasil dari karya intelektual, sedangkan Hak Kekayaan Intelektual itu adalah haknya yang merupakan kemampuan (skill and knowledge) yang merupakan hasil keratifitas olah pikir intelektual yang menjadi haknya. Sehingga perlindungan yang tertinggi dalam Hak Kekayaan Intelektual, adalah haknya dan bukan pada barangnya. Dimana haknya dapat mengikuti kebendaan yang merupakan hasil kreatifitasnya, dan itulah yang dilindungi oleh hukum perlindungan Hak Kekayaan Intelektual.
Dalam system perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang dianut oleh internasional, bahwa Hak Kekayaan Intelektual itu dikelompokan menjadi 2, yaitu: (a) Hak Cipta (Copy Rights)[4] dan (b) Hak Milik Industry (Industrial Property Rights)[5]. Kemudian apakah hubungan antara Dubbing dengan Hak Kekayaan Intelektual, dan dimanakah letak Dubbing dalam Hak Kekayaan Intelektual.
Bahwa sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, jelas bahwa Dubbing merupakan suatu kegiatan seni sulih suara yang dimainkan oleh seorang Dubber, dalam mengisi suara yang telah diterjemahkan dengan bahasa yang dipahami oleh penonton. Kegiatan Dubbing ini dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan seni, karena pengisian suara (sulih suara) oleh Dubber, membutuhkan keahlian, karakter, seni suara, yang tidak ada bedanya dengan peran seorang actor dalam suara asilnya (khususnya untuk film kartun), dalam mengisi suara dialog dalam narasi. Kegiatan yang dilakukan oleh seorang Dubber itulah yang merupakan hasil olahan kemampuan seni yang merupakan skill seorang individu yang mendapatkan tempat pengaturan di dalam objek Hak Kekayaan Intelektual.
C. Dubbing Dalam Perlindungan Hak Cipta
1. Performer dalam Hak Cipta
Hukum Hak Kekayaan Intelektual memiliki salah satu cabang yang memberikan pengaturan mengenai hasil intelektual di bidang kesenian, dan ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu buah olah pikir manusia, dan memiliki nilai ekonomi yang merupakan has seorang seniman ataupun kreator seni/ penciptanya. Salah satu cabang yang memberikan pengaturan dan perlindungan di bidang seni adalah, perlindungan dalam cabang hukum Hak Cipta.
Dalam sistem Hak Cipta yang dianut oleh sistem Hak Kekayaan Intelektual internasional, mengenal konsep Neighboring rights[6], dimana dalam Neighboring rights, terdapat 3 hak yaitu:
1. the rights of performing artist in their performance (hak penampilan artis atas tampilannya).
2. the rights producers of phonograms in their phonograms (hak produser rekaman suara atau fiksasi atas karya rekaman suara tersebut).
3. the rights of broadcasting organization in their radio and television broadcasts (hak lembaga penyiaran atas karya siarannya melalui radio).
Apakah yang dimaksud dengan Hak Cipta itu, menurut UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah
“Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pencipta adalah
“Seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.
Antara pencipta dengan neighboring rights, tidak ada perbedaan yang tajam diantara keduanya. Bahwa sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang diarkan oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum kedua hak ini. Hak Cipta (copy rights) berada ditangan si pencipta atau produsernya, sedangkan neighboring rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang mengumandangkan siaran tersebut[7].
Di dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, mengenal perlindungan hukum terhadap Pelaku Seni (Performer) yang merupakan aktor, atau yang memperagakan/ mempertunjukan kegiatan seni. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, memberikan pengaturan mengenai perlindungan seorang Performer.
“Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya”.
Banyak aspek perlindungan Hak Cipta yang dapat diberikan apabila seorang seniman (performer) mempertunjukan skill seninya, sebagai contoh seorang penyanyi yang mengadakan pertunjukan seni. Penyanyi tersebut memiliki hak copy rights atas karya rekaman suara yang ditampilkanya, sedangkan neighboring rights dalam hak atas penampilannya. Hak atas tampilannya tersebut dapat berwujud seperti video clip ataupun siaran langsung dari pertunjukan tersebut yang disiarkan untuk tujuan konsumsi publik.
Dengan adanya pengaturan dan perlindungan seorang pelaku di dalam perlindungan Hak Cipta di Indonesia, pasal 49 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyatakan bahwa seorang Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannua membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar dari pertunjukannya.
2. Dubbing sebagai suatu hasil seni yang dilindungi oleh Hak Cipta
Jika dikaitkan dengan perlindungan Hak Cipta berdasarkan pengertian di atas, menjadi pertanyaan adalah, apakah Dubbing masuk ke dalam ruang lingkup dalam pengertian Hak Cipta, karena Dubbing bukanlah dilahirkan dan diciptakan oleh seorang Dubber, melainkan oleh seorang pencipta (penulis script naskah), sedangkan Dubber hanyalah orang yang membacakan narasi/ dialog dalam skrip yang telah dialih bahasakan.
Sebagaimana yang telah diutarakan diatas, bahwa kegiatan Dubbing merupakan suatu kegiatan sulih suara, yang dilakukan oleh serorang Dubber (penyulih suara) dalam mengisi suara dari suatu karya seni filem/ audio visual, dengan narasi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa konsumen lokal, yang dibacakan sesuai dengan isi narasi. Sebagai contoh, suatu karya Doraemon[8] selama lebih dari 20 (dua puluh) tahun bercokol diperingkat tertinggi serial kartun yang digemari, dimana di dalam filem tersebut ada beberapa tokoh penting yaitu: Doraemon, Nobita, Gyan, Suneo dan Sizuka, dan masih ada tokoh lainnya. Serial kartun Doraemon ini diciptakan oleh Fujimoto Hiroshi pada tahun 1969, dan di Indonesia disiarkan dalam serial televisi yang disiarkan oleh RCTI, dengan narasi yang teleh diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan disampaikan ke dalam bahasa Indonesia oleh beberapa tokoh penyulih suara dengan beberapa karakter suara yang melekat dengan telinga para pemirsa yang menikmati siaran tersebut. Para pengisi sulih suara (Dubber) tidaklah sembarangan di dalam menyampaikan isi narasi terjemahan, para pengisi sulih suara tersebut menyampaikan dialog sesuai dengan karakter asli dalam filem tersebut.
Bagaimanakah dengan Dubbing di dalam perlindungan Hak Cipta. Dubbing jelas sangat berbeda dengan pengisi suara aslinya. Pengisi suara asli mengisi suara pada saat pembuatan (pra-produksi) suatu filem, setelah diperankan oleh si aktor/aktris yang mengisi suatu tampilan seni audio visual. Jika dilihat dari sudut pandang Hak Cipta, penampilan aktris itulah yang memiliki copy rights (apabila dalam karya musical cth dalam filem India ) atas karya musikal suaranya, dan memiliki performers right dalam tampilannya di dalam suatu karya audio visual filem. Jika demikian bagaimanakah dengan kedudukan si dubber di dalam mengisi sulih suara dalam film tersebut, karena jika Dubbing merupakan suatu seni, apakah undang-undang Hak Cipta memberikan perlindungan bagi Dubbing.
Berdasarkan pengertian yang diambil dari Wikipedia, pengertian Dubbing menurut pengertian asing, unsur yang utama dari pengertian Dubbing adalah:
“…commonly refers to the substitution of the voices of the actors shown on the screen by those of different performers, who may be speaking a different language…”
Adapun unsur yang dapat ditarik adalah bahwa:
- Dubbing merupakan kegiatan menggantikan suara dialog aktor/aktris.
- Dilakukan oleh pelaku yang berbeda (yang satu pelaku actor/aktris yang menampilkan dan yang satu hanya menampilkan isi dialog yang telah diterjemahkan).
- Disampaikan dengan menggunakan bahasa yang berbeda (yang telah diterjemahkan dari bahasa aslinya untuk tujuan kemudahan konsumsi publik).
Sedangkan Pelaku di dalam perlindungan Hak Cipta adalah meliputi unsur:
1. Aktor;
2. penyanyi;
3. pemusik;
4. penari;
5. orang yang menampilkan karya seni;
6. orang yang memperagakan karya seni;
7. orang yang mempertunjukan;
8. orang yang menyanyikan;
9. orang yang menyampaikan;
10. orang yang mendeklamasikan;
11. orang yang memainkan karya musik;
12. orang yang memainkan drama;
13. orang yang memainkan seni tari;
14. orang yang memainkan seni sastra;
15. orang yang memainkan seni folklore;
16. orang yang memainkan karya seni lainnya.
Dengan penjelasan di atas, apakah seorang Dubber juga merupakan seroang Pelaku yang atur dalam undang-undang tentang Hak Cipta. Kegiatan seni seorang Dubber dalam kegiatan seni sulih suara (Dubbing) adalah merupakan suatu seni, mendeklamasikan suatu seni sastra, ataupun memainkan suatu seni sastra hasil sulih suara dari suatu narasi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal. Narasi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal itu sendiri memiliki perlindungan tersendiri di dalam perlindungan Hak Cipta.
Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dlindungi sebagai bahan ciptaan salah satunya adalah “Karya Terjemahan”. Narasi yang telah diterjemahkan merupakan suatu karya tersendiri yang memiliki perlindungan tersendiri di dalam hukum Hak Cipta, tanpa mengurangi Hak Cipta atas ciptaan aslinya. Hak cipta atas naskah maupun hak siar atas suatu karya seni tersebut biasanya dibeli, dengan perjanjian lisensi antara pembeli hak siar dengan perusahaan produser film tersebut. Lembaga penyiaran tersebut memiliki hak eksklusif untuk melakukan penyiaran suatu karya filem/audio visual. Sedangkan orang yang melakukan Dubbing/Dubber sama halnya dengan seorang pelaku/ performer yang menampilkan/ mendeklamasikan suatu karya narasi, dengan menggunakan gaya , mimik yang sesuai dengan pesan dan karakter aslinya. Hasil Dubing yang telah ditayangkan tersebut, menjadi objek perlindungan Hak Cipta, dalam kaitannya dalam Performing Rights yang dilindungi oleh Hak Cipta sebagai suatu Neighboring Rights (Hak Terkait[9]).
Sebagai suatu objek yang dilindungi oleh Hak Cipta yang masuk ke dalam kategori perlindungan Neighboring Rights (Hak Terkait), seorang Dubber (Performer) juga memiliki hak eksklusif yang melekat untuk memberikan izin ataupun melakukan pelarangan terhadap penggunaan tanpa izin yang dilakukan pihak lain. Walaupun seorang Dubber memiliki kontrak kerja dengan perusahaan penyiar (lembaga penyiar), namun tidak serta merta hak eksklusif yang dimiliki oleh seorang Dubber dikesampingkan dengan adanya kontrak kerja yang mengikat tersebut. Perlindungan yang diberikan bagi pelaku Dubber di dalam Dubbing, memiliki kekuatan perlindungan yang diberikan oleh undang-undang Hak Cipta di dalam memberikan perlindungan kepada serorang Pelaku (Performer) dalam menampilkan seni Dubbing di dalam menyulih suarakan dialog di dalam siaran audio visual tersebut.
D. Kesimpulan
Bahwa seni Dubbing/ Sulih Suara, memiliki tempat di dalam objek perlindungan dalam hukum Hak Cipta. Perlindungan hukum yang diberikan masuk ke dalam objek perlindungan Neighboring Rights (Hak Terkait) di dalam Hak Cipta menurut UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana seorang Dubber merupakan seorang Pelaku yang menampilkan kegiatan seni di bidang audio visual, dengan melakukan dialog hasil sulih suara yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal, yang memiliki Hak Eksklusif atas hasil karya dialog sulih suara yang telah disiarkan. Posisi seorang Dubber adalah sama dengan seorang actor/aktris di dalam suatu filem/ karya audio visual. Peran yang diambil oleh seorang Dubber adalah layaknya seroang actor/aktris yang menampilkan perannya di dalam filem/ karya audio visual, oleh karena hasil narasi yang telah diterjemahkan merupakan suatu ciptaan sastra tersendiri yang menjadi objek perlindungan Hak Cipta, dan Dubber yang mendeklamasikan/mengisi dialog dalam narasi dengan menggunakan bahasa local hasil terjemahan, merupakan objek perlindungan yang merupakan hasil turunan dari ciptaan yang telah diterjemahkan dan mendapatkan lisensi dari produser untuk menampilkan siaran.
Daftar Isi
OK. Saidin, SH.M.Hum, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Rajagrafindo Persada, Jakarta , 2004.
David Bainbridge, Intellectual Property 4th Edition, Financial Times Management, London , 1999.
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Tambahan Lembaran Negara Republik Indonessia Nomor 4220.
[1] H. OK Saidin SH,M.Hum, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, RajaGrafindo Persada, Jakarta , 2004, hal. 9
[2] Menurut pasal 422 KUHPerdata, berbunyi bahwa “benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-iap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
[3] OK. Saidin, SH, M.Hum, Opcit, hal 12
[4] Hak Cipta membagi perlindunganya dengan Hak Cipta dan Hak yang berkaitan dengan Hak Cipta (Neighboring Rights/Hak Terkait)
[5] Hak milik atas kekayaan intelektual di bidang industri tersebut membagi perlindunganya dalam klasifikasi (a). Paten dan paten sederhana, (b) Desain Industry, (c) Merek Dagang, (d) Perlindungan varietas tanaman, (e). rangkaian sirkuit terpadu, (f). Rahasia Dagang.
[6] Hak yang ada kaitanya, yang ada hubunganya dengan atau berdampingan dengan hak cipta.
[7] OK Saidin, Op cit hal, 134.
[8] Serial kartun Jepang yang telah hadir di stasiun televisi RCTI sejak akhir tahun 1980an, dimana serial tersebut sangat digemari oleh kalangan muda, tua, dan anak-anak, dimana serial tersebut selalu menempati rating tertinggi dalam setiap tahun penayangannya, dan hingga saat ini setelah lebih dari 20 tahun berjalan, serial ini tetap digemari baik oleh pemirsa maupun oleh pembeli jam tayang produk iklan.
[9] Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar